Jathilan atau orang sering mengenalnya dengan sebutan Kuda Lumping merupakan kesenian asli dari
Pada saat beberapa penari ini ndadi penari akan hilang kesadaran tetapi uniknya penari tetap dapat mengikuti gerakan tari seperti yang dikoreografikan oleh pelatih tari mereka. Mereka akan menari meniru seperti tingkah laku gambaran hewan pada kostum yang mereka kenakan. Hingga pada saat mereka sudah semakin di bawah kesadaran maka para penari itu akan meminta sesuatu yang tidak lazim dikonsumsi manusia pada umumnya. Para penari yang ndadi itu akan minta minum air bunga, minta makan dupa yang menyala, minta makan dedaunan, minta tubuhnya dipecut (dicambuk), bahkan ada yang minta makan beling, dan lain sebagainya. Kesemua barang-barang itu diminta pada pawangnya. Kelakuan yang tidak lazim ini tentunya akan ditolak oleh orang yang tidak ‘dimasuki’ roh halus bila diminta untuk melakukannya.
Kesenian jathilan sekarang ini sudah kurang bermasyarakat. Kemajuan teknologi membuat kesenian ini tersisihkan, sehingga banyak kaum muda masyarakat Jawa kurang mengenal kesenian ini. Namun di beberapa daerah, kesenian ini masih digunakan dalam beberapa acara, seperti khitanan, pernikahan atau syukuran lainnya, sehingga masih dapat dinikmati oleh penggemarnya.
Kesenian Jathilan merupakan kesenian yang sudah patut dilestarikan kerena nilai eksotik dan mistik yang terkandung menjadi nilai lebih dalam kesenian ini. Sudah selayaknya kaum muda mulai dikenalkan lagi dengan kesenian ini, sehingga keberadaannya tidak tergerus oleh kebudayaan barat yang mulai menggeser kebudayaan